Jumat, 05 Februari 2010

Jangan Sombong!!!

ﺴﻠﺴﻟﺔ ﺍﻫﺪﻯ ﻮ ﺍﻟﻧﻮﺮ


ﺒﺴﻡﺍﷲﺍﻠﺮﺤﻤﻦﺍﻠﺭﺤﯿﻡ


Jangan Sombong !

Ilmu, satu kebutuhan primer bagi seseorang. Kebutuhannya terhadap ilmu lebih besar dibandingkan kebutuhan badannya terhadap makanan dan minuman. Kalau seseorang tidak makan dan tidak minum, itu hanya akan menyebabkan sakit jasmaninya yang puncaknya adalah kematian jasmani itu. Adapun setelah badannya terbujur kaku, dia tidak akan lagi merasakan rasa sakit yang diderita. Beda halnya dengan orang yang tidak mensuplai ruhaninya dengan ilmu agama. Hatinya akan sakit kemudian mati, sementara matinya hati seseorang itu lebih parah daripada mati raganya, karena matinya hati menyebabkan kesesatan semasa hidup di dunia. Ditambah lagi, kelak di akhirat dia masih harus merasakan azab Allah subhanahu wata’ala. Na’udzu billahi min dzalik !
Sebagian ahli hikmah mengatakan, “Bukankah seseorang yang sakit bila tidak makan, tidak minum, dan tidak minum obat dia akan mati ?” Jawabnya, “Tentu.” “Demikian pula hati, bila tidak disuplai dengan ilmu dan hikmah selama tiga hari, maka hati itu akan mati.”
Benar apa yang dikatakan oleh ahli hikmah ini, karena sesungguhnya ilmu merupakan makanan hati, minumannya, sekaligus obatnya. Hidupnya hati ini tergantung pada suplai ilmu yang masuk padanya. Jika tidak ada ilmu dalam hati, maka matilah hati itu.
Namun sangatlah mengherankan. Masih saja ada orang-orang yang tidak mengindahkan ilmu. Dia justru menghalangi masuknya ilmu pada dirinya dengan kesombongan atau rasa malu yang meliputinya.
Mujahid rahimahullah, murid sahabat yang mulia, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan

ﻠﻦْﯿﻧا لﺍﻠﻌﻠﻡ ﻤﺴﺘﺤﻲ ﻮﻻ ﻤﺴﺘﻛﺒﺮﻫﺪﺍ ﻴﻤﻨﻌﮫ ﺤﻴﺍ ﯝﮦ ﻤﻦ ﺍﻟﺘﻌﻟﻡ ﻭﻫﺪﺍ ﻴﻤﻨﻌﻪ ﻛﺑﺭﮦ

“Ilmu tidak akan pernah didapatkan oleh orang yang malu dan orang yang sombong. Orang yang pertama terhalangi mendapat ilmu karena rasa malunya sedangkan orang yang kedua terhalang karena kecongkakannya) .” (Fathul Bari 1/301)
Orang yang sombong, ketika disodori kebenaran, dia tolak mentah-mentah hanya karena tidak sesuai dengan hawa nafsunya, seleranya, dan adat istiadatnya. Inilah sebenarnya yang dinamakan sombong.
Rasululallah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda :
ﺍﻟﻜﺑﺭ ﺑﻁﺭﺍﻟﺤﻖﱢﻭﻏﻤﻁ ﺍﻟﻨﺍﺲ
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR Muslim no. 91)
Sebuah syair menggambarkan keadaan orang yang sombong ini : Ilmu akan menjauh dari seseorang yang sombong. Seperti air bah yang menjauh dari tempat yang tinggi.
Ada orang yang merasa sudah memiliki banyak ilmu sehingga merasa tinggi di hadapan orang yang mengajarinya. Ada orang yang enggan menerima pengajaran atau pengarahan dari orang-orang yang dianggapnya lebih rendah. Ada pula orang yang enggan mengamalkan ilmu agama yang telah diketahuinya. Ini semua adalah bentuk-bentuk kesombongan dan tanda bahwa dia akan terhalang dari mendapatkan ilmu. Na’udzu billahi min dzalik !
Itulah kesombongan, satu sifat yang bisa menghalangi seseorang dari ilmu dan kebenaran. Bahkan lebih dari itu, sifat tercela ini juga akan mengakibatkan kemurkaan Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana dalam firman-Nya :


“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Lukman: 18)
Lebih jauh lagi, kesombongan akan mendatangkan azab Allah subhanalahu wata’ala, di dunia dan akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :


“Takala ada seseorang yang melangkah dengan angkuh, berjalan dengan mengenakan dua pakaiannya, merasa bangga dengan dirinya, Allah benamkan dia ke dalam bumi dan dia terus-menerus masuk ke dalam perut bumi sampai hari kiamat.” (HR Bukhari no. 5789 dan Muslim no. 2088. dan ini lafaz imam Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Ash Shadiqul Masduq (yang sangat jujur dan selalu dibenarkan ucapannya) telah menyampaikan ancaman bagi orang-orang yang sombong :



“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya ada kesombongan sebesar dzarrah.” (HR. Muslim no. 91)
Tentu kita tidak ingin merasakan kehinaan dan kesengsaraan abadi seperti ini. Nas’alullahas salamah !
Begitu pula orang yang diliputi rasa malu yang mengakibatkannya meninggalkan menghadiri majlis ilmu dan enggan belajar ilmu agama. Yang sudah berusia lanjut bisa jadi punya alasan malu karena sudah tua, sudah terlambat, sudah terlanjur bodoh. Yang masih belia punya alasan lain, malu dikatakan ‘tidak bergengsi’ , takut dianggap remaja kolot dan “sok alim”, khawatir dijadikan bahan tertawaan dan olok-olokan, serta segudang alasan lain. Malu yang tidak pada tempatnya. Orang yang seperti ini pun tidak akan mendapatkan ilmu.
Senasib dengan orang yang kedua ini, orang yang menghadapi kesulitan atau ketidaktahuan dalam masalah ibadah, atau dilanda problematika kehidupan rumah tangga, masalah warisan, masalah jual beli yang halal dan segenap permasalahan yang mendesaknya. Permasalahan-permasalahan yang semestinya ditanyakan pada orang yang mengertia agama. Namun karena malu, dia sembunyikan atau dia tunda-tunda bertanya. Akhirnya, dia urungkan niatnya untuk bertanya. Akibatnya dia tidak mendapatkan ilmu untuk menuntaskan kebingungan yang dihadapinya karena malu bertanya pada seorang yang mengerti ilmu agama.
Pada asalnya sifat malu adalah sifat yang terpuji. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda :



“Malu itu tidaklah datang, kecuali membawa kebaikan.” (HR Bukhari no. 6117 dan Muslim no. 37)
Sebaliknya, meninggalkan rasa malu pada asalnya tercela, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyatakan dalam sabda beliau :



“Apabila engkau tidak merasa malu, maka perbuatlah sekehendakmu !” (HR Bukhari no. 3484)
Dengan demikian, sifat malu merupakan sifat terpuji. Namun tidak demikian jika malu itu sampai mencegah seseorang melakukan hal-hal yang wajib dia lakukan, atau sampai menjatuhkan dirinya dalam perkara haram. Kalau sudah demikian keadaannya, maka tercela.(Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal 234)
Tidak layak kita malu untuk menuntut ilmu. Tidak layak pula malu bertanya tentang suatu hal yang penting untuk diamalkan dalam agama ini, walaupun nampaknya merupakan sesuatu yang ‘tabu’. Seperti Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha yang bertanya tentang mandi janabah bagi wanita yang ihtilam (mimpi basah). Ummu Sulaim memulai pertanyaannya dengan ucapan:

ﻴ ﺍﺭﻤﻭﻝ ﺍﷲ ، إ ﻥﱠ ﺍﷲ ﻻ ﻴﻤﺘﺤﻲ ﻤﻥ ﺍﻟﺤﻖﱢ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidaklah malu pada perkara yang benar…” (HR Bukhari no. 6121)
‘Aisyah pernah memuji wanita Anshar yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk bertanya tentang mandinya wanita haid. ‘Aisyah mengatakan, “Sebaik-baiknya wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk mempelajari dan memahami agama mereka.” (HR Muslim no. 332)
Kesombongan dan rasa malu. Inilah dua hal yang bisa menutup pintu-pintu ilmu yang sangat banyak dan lebar. Akhirnya kita mohon kepada Allah subhahanahu wata’ala agar dijauhkan dari dua sifat ini sehingga kita tidak terhalang dari ilmu yang bermanfaat, disertai permohonan agar Allah menambahkan pada kita ilmu yang bermanfaat,sekaligus kemudahan dalam menerima kebenaran. Amin. Ya Mujibas sailin … Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab.
Diterbitkan oleh Ma’had Al Furqon. Jalan Lawu Kroya, Cilacap 53282

2 komentar:

  1. bismillah. afwan akh, bacgroundnya mungkin kurang gelap ato tulisannya yang kurang gelap. jadi biar nyaman untuk dibaca. barakallahu fiik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh ya jazaakalloh khoir masukannya, insyaAllah akan dirubah biar lebih nyaman di baca, soalnya beberapa bulan ini ga sempet otak-atik atau buka-buka blog, wa fiikum baarakallah...

      Hapus