Rabu, 19 Oktober 2011

Pembahasan Air Suci dan Air Najis

DI NEGERI kita, alhamdulillah, air dengan mudah dijumpai. Salah satu manfaat terbesar dari air adalah untuk bersuci. Banyaknya jenis air yang ada menuntut kita untuk memahami mana air yang bisa dipakai untuk bersuci dan yang tidak.

Di dalam Al Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dia menurunkan bagi kalian air dari langit untuk mensucikan kalian dengannya…” (Al-Anfal: 11)

“Dan Dia menurunkan air dari langit sebagai pensuci.” (Al-Furqan: 48)

Dua ayat yang mulia ini menerangkan bahwasanya air yang turun dari langit itu suci dan dapat mensucikan najis serta dapat menghilangkan hadats baik hadats besar terlebih lagi hadats kecil. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 13/28, Tafsir Ibnu Katsir, 2/304, Syarhul ‘Umdah, hal. 60-61)

Air yang mensucikan ini tidak sebatas air yang turun dari langit, tetapi juga air yang keluar dari muka bumi seperti air sungai, air sumur, dan sebagainya (Al-Ausath, 1/246). Hal ini sebagaimana dikatakan pula oleh Al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya: “Air yang turun dari langit dan tersimpan di bumi itu suci, dapat mensucikan sekalipun berbeda-beda warna, rasa dan baunya…” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 13/29)

Demikian pula air laut, suci dan dapat mensucikan, bisa digunakan untuk wudhu dan mandi (Al-Muhalla, 1/220, Al-Mughni, 1/23, Tuhfatul Ahwadzi, 1/188, ‘Aunul Ma’bud, 1/107). Walaupun dalam permasalahan ini ada perselisihan pendapat di kalangan ahlul ilmi, namun telah datang berita yang pasti dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya oleh para sahabatnya tentang berwudhu dengan air laut, beliau bersabda: “Laut itu airnya suci dapat mensucikan dan halal bangkainya.”[1]

Jumat, 19 Agustus 2011

Salafi Antara Tuduhan Dan Kenyataan.

Bismillah..

Segala puji hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala. Shalawat serta salam bagi Rasulullah, keluarga, para sahabat dan semua yang mengikuti petunjuk beliau shallallahu’alaihi wa sallam sampai hari kiamat.

Amma ba’du;

Saya telah membaca sebuah buku yang ditulis oleh Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafizhahullah dengan muroja’ah Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari hafizhahullah, terbitan TooBAGUS Publishing Bandung, cetakan pertama, bulan Sya’ban 1432 H.

Buku ini berisi tentang penjelasan indah nan ilmiah dalam membantah berbagai kedustaan dan tuduhan jelek yang dialamatkan kepada dakwah salafiyah, buku yang beliau beri judul “Salafi, Antara Tuduhan dan Kenyataan; Bantahan Ilmiah Terhadap Buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” –untuk selanjutnya disingkat SATK- merupakan bantahan ilmiah terhadap buku yang ditulis oleh ‘Syaikh’ Idahram yang berjudul “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” –untuk selanjutnya disingkat SBSW- dan diberi kata pengantar oleh Ketua PBNU, Prof. Dr. Said Agil Siradj, MA; sebuah buku yang dipenuhi dengan seruan-seruan kepada penyimpangan aqidah, bid’ah, hingga berbagai macam kedustaan atas nama para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang hakiki, bahkan kedustaan atas nama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam!!

Walhamdulillah, buku SATK yang ditulis oleh Al-Ustadz Abu Abdillah Sofyan hafizhahullah ini dapat menyingkap berbagai macam tipu daya yang disebarkan oleh Idahram, dkk..

Minggu, 26 Juni 2011

Bekal-Bekal Menuju Pernikahan Sesuai Sunnah Nabi

June 23, 2008
Penulis: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim
Proses mencari jodoh dalam Islam bukanlah “membeli kucing dalam karung” sebagaimana sering dituduhkan. Namun justru diliputi oleh perkara yang penuh adab. Bukan “coba dulu baru beli” kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana jamaknya pacaran kawula muda di masa sekarang.
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih. Berikut ini kami bawakan perinciannya:

Senin, 23 Mei 2011

Shalat Jenazah

Bahasan selanjut setelah tata cara memandikan jenazah adl shalat jenazah. Barangkali sebagian kita telah berulang kali mengamalkannya.
Namun kajian ini insya Allah tetap memiliki nuansa lain krn kita diajak utk menyelami dalil-dalilnya.

Purna sudah tugas memandikan dan mengafani jenazah. Yang tertinggal sekarang adl menshalati mengantarkan ke pekuburan dan memakamkannya. Untuk mengantarkan ke pekuburan dan memakamkan merupakan tugas laki2 krn Rasulullah n
telah melarang wanita utk mengikuti jenazah sebagaimana diberitakan Ummu ‘Athiyyah x
:

كُنَّا نُنْهَى عَنِ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ، وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا

“Kami dilarang utk mengikuti jenazah namun tdk ditekankan terhadap kami.”1
Al-Imam Ibnul Daqiqil ‘Ied v
berkata:“Hadits ini mengandung dalil dibenci wanita mengikuti jenazah namun tdk sampai pada keharaman. Demikian yg dipahami dari ucapan Ummu ‘Athiyyah x
:
وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا
krn ‘azimah menunjukkan ta`kid .”
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani v
berkata: “Seakan-akan Ummu ‘Athiyyah x
hendak menyatakan bahwa: ‘Beliau n
benci bila kami mengikuti jenazah namun beliau tdk mengharamkannya’.” Al-Qurthubi v
berkata: “Yang tampak dari konteks ucapan Ummu ‘Athiyyah x
adl larangan tersebut merupakan nahi tanzih . Demikian pendapat jumhur ahlul ilmi2.” .
Sementara ulama Madinah membolehkan termasuk Al-Imam Malik v
namun utk wanita yg masih muda/ remaja beliau memakruhkannya.”
Dengan demikian keutamaan mengikuti jenazah seperti ditunjukkan dlm hadits Abu Hurairah z
3 hanya berlaku utk lelaki secara khusus .

Selasa, 22 Februari 2011

DIALOG IBNU ABBAS z DENGAN KAUM KHAWARIJ

Wajibnya kembali kepada sahabat dalam memahami Islam

Jauh dari jalan sahabat Rasulullah n dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah, adalah pertanda kesesatan dan alamat kebinasaan. Dalam sebuah wasiatnya yang agung, Rasulullah n mewanti-wanti umat ini agar selalu berjalan di atas jalan mereka yang lurus. Beliau n bersabda:

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

“Maka sungguh, siapa yang hidup di antara kalian akan menyaksikan perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian mengikuti sunnahku dan sunnah Al-Khulafa yang mendapat